JAKARTA, – Haksuaranews.com Aksi demonstrasi kembali menggema di depan Gedung Kejaksaan Agung Republik Indonesia, Rabu (16/7/2025). Kali ini, giliran puluhan massa dari Dewan Pimpinan Daerah Laskar Anti Korupsi Indonesia (DPD LAKI) Sulawesi Tenggara yang angkat suara, menyoroti dugaan praktik kolusi dalam aktivitas pertambangan di Kabupaten Kolaka.
Dalam aksinya, DPD LAKI Sultra mendesak Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (JAMPIDSUS) segera mengusut hubungan mencurigakan antara oknum PT. Antam Tbk Unit Bisnis Pertambangan (UBP) Nikel Pomalaa dan PT. Tambang Rejeki Kolaka (TRK). Sorotan utama tertuju pada klaim sepihak PT. TRK terhadap jalan hauling yang berada dalam wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT. Antam.
“Indikasi adanya kongkalikong tidak bisa didiamkan. Kami minta Kejaksaan Agung perintahkan penyelidikan mendalam. Dugaan pungutan liar dalam bentuk royalti oleh PT. TRK di wilayah IUP milik PT. Antam harus dibongkar,” tegas Mardin Fahrun, Koordinator Aksi sekaligus Ketua DPD LAKI Sultra.
Ia menambahkan bahwa praktik semacam ini berpotensi merusak kepercayaan publik terhadap supremasi hukum serta menodai upaya hilirisasi nasional yang tengah digalakkan pemerintahan Presiden Prabowo Subianto.
Soroti Ketidakterbukaan Korporasi
Tidak berhenti pada lembaga penegak hukum, demonstran juga mendatangi Kantor Pusat PT. Antam Tbk di kawasan TB Simatupang, Jakarta Selatan. Mereka menuntut manajemen Antam buka suara terkait keabsahan penggunaan jalan hauling yang kini dikuasai PT. TRK.
“Jalan itu masuk wilayah IUP Antam. Kalau memang ada perjanjian, kenapa tidak dipublikasikan? Kalau tidak ada, kenapa bisa dibiarkan? Publik berhak tahu,” kata Ismail, Sekretaris DPD LAKI Sultra dalam orasinya.
DPD LAKI mendesak agar Antam segera melakukan inspeksi mendadak ke wilayah Pomalaa dan menjelaskan secara terbuka duduk perkara penguasaan jalan yang kini menuai polemik.
Tuntut Sanksi Politik Bagi Oknum Pemilik Perusahaan
Menariknya, DPD LAKI juga menyeret aspek politik ke dalam tuntutan mereka. Mereka mendesak Ketua Umum DPP Partai Gerindra untuk mencopot seorang kader asal Sulawesi Selatan berinisial NJMDN alias JJ, yang diketahui merupakan pemilik PT. TRK. JJ disebut-sebut sebagai sosok yang bertanggung jawab atas penguasaan jalan hauling yang berujung pada penutupan akses strategis di kawasan industri Pomalaa.
“Jika benar pelaku penutupan akses jalan pada 1 Juli lalu adalah pemilik TRK yang juga kader partai besar, maka ini bukan sekadar isu tambang — ini soal sabotase program strategis nasional,” tandas Mardin.
DPD LAKI menilai, tindakan tersebut berpotensi menghambat realisasi program hilirisasi nasional di sektor nikel — bagian dari Asta Cita Presiden Prabowo — yang tengah difokuskan di Pomalaa sebagai salah satu kawasan industri prioritas.
Aksi Berlangsung Damai Meski Tegang
Aksi unjuk rasa yang berlangsung di tiga titik strategis — Kejaksaan Agung RI, Kantor Pusat PT. Antam Tbk, dan Kantor DPP Partai Gerindra — sempat memanas dengan aksi dorong antara massa dan aparat. Namun, demonstrasi yang berlangsung selama hampir lima jam itu tetap berjalan tertib hingga para peserta aksi membubarkan diri dengan damai.
Pihak Kejaksaan, melalui perwakilannya bernama Bambang, menyatakan telah menerima laporan secara resmi dan berjanji akan meneruskannya ke pimpinan untuk proses disposisi.
“Laporan kami terima dan segera akan saya laporkan ke pimpinan,” ujar Bambang singkat.
Refleksi Akuntabilitas Sumber Daya
Aksi ini menjadi cerminan tekanan publik terhadap pengelolaan sumber daya alam yang transparan dan bebas dari kepentingan terselubung. Praktik penguasaan aset tambang tanpa kejelasan hukum dianggap mencederai keadilan dan menyuburkan oligarki sumber daya di daerah.
Jika tidak segera ditindaklanjuti, kasus ini berpotensi menjadi preseden buruk bagi integritas hukum dan investasi sektor pertambangan di Indonesia, khususnya di kawasan strategis seperti Sulawesi Tenggara
Red- Tim